Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Di Indonesia

Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Di Indonesia – “Partisipasi nyata dari korban atau keluarga korban adalah hal yang paling penting untuk memastikan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang telah dibuat mencerminkan keinginan mereka. Ruangnya masih sangat kecil. Itu pengalaman Komnas HAM RI,” jelas Direktur Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, dalam Debat Publik – Perempuan, Diskriminasi dan Kekerasan Seksual: Pelajaran yang Dipetik dan Tindakan Perbaikan Uji, Capaian dan tantangan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan dan Uni Eropa untuk memperingati perayaan 98 Mei dan Hari Eropa 2021 melalui webinar dan live streaming yang ekstensif, pada Kamis (5/6/2021). .

Berbicara tentang korban HAM, minat pembuat kebijakan, pembuat undang-undang dan legislator untuk bekerja bersama para korban sangat sedikit diperhatikan.

Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Di Indonesia

“Korban selalu dimasukkan ke dalam benda dan kemudian subjek inilah yang menciptakan pemikiran, ide, aturan atau kebijakan yang mereka yakini sebagai jawaban atas kebutuhan korban. Jadi, korban tidak dilihat sebagai subjek dalam banyak kasus dan ini adalah masalah besar,” kata Taufan.

Penyelesaian Pelanggaran Ham Yang Berat, Harapan Bagi Penghormatan Ham

Komnas HAM RI, kata Taufan, kembali menegaskan bahwa semua undang-undang yang dikeluarkan negara harus mendengarkan suara korban atau keluarga korban. Hal ini sesuai dengan undang-undang nasional, namun terlihat bahwa legislator tingkat menengah, kepolisian, pemerintah daerah tidak memiliki pengaruh terhadap pembentukan undang-undang, peraturan perundang-undangan di daerah.

Komnas HAM RI juga didorong untuk mengikuti berbagai metode dan program. Salah satunya melalui penerbitan berbagai instrumen peraturan perundang-undangan HAM yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan baik di negara maupun kawasan.

Taufan mengatakan, setiap undang-undang yang telah dikeluarkan harus ditinjau dan diuji kembali sebagai tinjauan hukum, apakah sudah mencapai hak asasi manusia atau belum. Hal ini kemudian terkait dengan isu diskriminasi, Taufan mensinyalir masih terdapat pasal-pasal dalam peraturan daerah yang memuat pasal-pasal yang mencantumkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau golongan tertentu.

Ia mengakui bahwa rasisme masih ada di Indonesia. Kebhinekaan memang baik untuk bangsa Indonesia, namun rasisme seolah tumbuh seperti gunung es di masyarakat.

Jokowi Akui 12 Peristiwa Pelanggaran Ham Berat

“Banyak orang tidak tahu bahwa kejahatan mereka terpisah dari ras, suku atau agama. Pemahaman kita tentang budaya rasisme dan diskriminasi masih cukup lemah sehingga membutuhkan pendidikan dan sosialisasi lanjutan,” ujarnya.

Sebagai solusinya, Komnas HAM RI berupaya menjalin dialog dengan para korban yang dirujuk kepada legislator.

Aksi yang diresmikan oleh Duta Besar Uni Eropa H.E. Vincent Piket dan Presiden Komnas Perempuan Andy Yentriyani bergabung dengan para pembicara lainnya. Wakil Presiden Swedia Gustav Dahlin, Wakil Presiden Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, Divisi Pengawasan Impunitas KontraS Syahrur Banu dan rapper, pendiri Gerakan Hands Off Yacko. (AAP/I. Depok – Penyelesaian masalah pelanggaran HAM di masa lalu menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia terhadap para korban dan keluarganya hingga saat ini.

“Semua pemangku kepentingan harus menyatukan kesepahaman untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM,” kata Direktur Komnas HAM RI Amiruddin pada Seminar Pekan HAM Universitas Indonesia 2019 bertajuk “Kejahatan Pidana Masa Lalu: Operasi Domestik yang Mengganggu?” yang diselenggarakan oleh BEM UI di Gedung Fakultas Hukum UI, Depok (5/12/2019).

Pdf) Upaya Untuk Mencegah Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Komnas HAM telah menyelesaikan 15 kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Tiga dari kasus tersebut, Timor Timur, Tanjung Priok dan Abepura, telah mendapatkan putusan yudisial namun belum ada vonis terhadap pelaku pelanggaran HAM pada kasus no.

Penyelesaian semua pelanggaran HAM masa lalu, kata Amiruddin, akhir-akhir ini tidak menunjukkan kemajuan. “Dalam lima tahun terakhir, penyelesaian pelanggaran HAM ditutup karena hanya Komnas HAM yang bekerja,” jelasnya.

Menimbang bahwa penyelesaian segala pelanggaran HAM harus dilakukan oleh negara dengan syarat adanya dasar hukum sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menyelesaikan segala pelanggaran HAM dan menjamin hak-hak korban.

Sementara itu, Amiruddin menyambut baik rencana Direktur Operasi Hukum, Keadilan dan Keamanan Mahfud MD untuk menuntaskan persoalan HAM masa lalu. “Saya mengapresiasi masukan dari para Kepala Staf Gabungan. Kepala Staf Gabungan akan mencoba untuk memulai upaya-upaya baru untuk mengatasi masalah HAM. Kami menunggu masukan Anda,” kata Amir.

Mendudukkan Laporan Kkp Dalam Upaya Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Masa Lalu Di Indonesia: Sebuah Evaluasi

Mengingat hal itu, dia mengatakan harus memastikan dua aspek strategi. Yang terpenting adalah keadilan didengar oleh para korban dan keluarganya. Kedua, pastikan prosesnya terbuka untuk dilihat dan dipantau oleh semua pihak.

Rapat tersebut juga dihadiri oleh narasumber lainnya seperti Arteria Dahlan (Anggota III DPR RI), Taufik Basari (Anggota III DPR RI), Junaedi Saibih (Wakil Sekretaris ILUNI UI), M. Jibril Avessina (Presiden Policy Center ILUNI UI) dan Suryo Susilo (Forum Silahturahmi Anak Bangsa) dan diramaikan oleh para peserta diskusi yang berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, hingga aktivis HAM yang sama. (AM/IW) Warga ingin menuntaskan kasus pelanggaran HAM dalam Aksi Kamisan yang berlangsung setiap Kamis di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. (Foto / Fanny Octavianus)

Memasuki usia 60 tahun, ia mengaku Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah tidak ada harapan lagi untuk menangani kasus-kasus penting saat ini. Namun, masalah dengan staf internal dan masalah manajemen hak asasi manusia (HAM) yang parah di masa lalu tetap menjadi tugas utama (PR).

Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kerap bentrok terkait penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Banyak kasus yang masih ‘ditemukan’ dan tidak terselesaikan setelah diinvestigasi.

Rakor Yankomas Sabagai Upaya Menyelesaikan Dugaan Pelanggaran Ham Dengan Adil Dan Berkeastian Hukum

Jika mengacu pada UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM berwenang melakukan penyidikan. Setelah itu, berkas penyidikan akan diteruskan ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa guna masuk ke tahap dakwaan.

Pada tahap itu, Kejaksaan Agung kerap mengembalikan berkas pemeriksaan Komnas karena tidak sesuai aturan dan materi. Karena itu, itu akan relevan di pengadilan.

Departemen Kehakiman selalu menggunakan prinsip yang sama, yaitu penyidik ​​tidak dapat mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Kejaksaan untuk dapat mendeklarasikan hasil pertama dari tindak pidana pelanggaran HAM.

Perilaku ini sering dikecam oleh banyak kalangan masyarakat. Belum lagi, Jaksa Agung ST Burhanuddin melontarkan pernyataan kontroversial terkait kasus Semanggi I dan II saat rapat dengan anggota DPR.

Jual Buku Penyelesaian Pelanggaran Ham Di Indonesia Karya Dr. Titon Slamet Kurnia, S.h., M.h

Burhanuddin mengatakan saat rapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, 16 Januari 2020: “Dalam kasus Semanggi I dan Semanggi II, hasil rapat paripurna DPR RI menyatakan kasus ini bukan pelanggaran HAM”.

, masih banyak kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang masih harus segera ditangani. Beberapa di antaranya sudah diperiksa Komnas HAM, tapi belum masuk tahap penyidikan karena tidak menemukan bukti.

Beberapa di antaranya adalah pembunuhan massal dan penghilangan antara 1965-1966, Tanjung Priok 1984, Aceh sejak 1976, penghilangan pekerja pada 1996-1998, Tindak Pidana Semanggi I dan Semanggi II pada 1998, Wasior dan Wamena pada 2000, hingga kasus manusia. hak. aktivis Munir Said Thalib pada tahun 2004.

Terakhir, Komnas HAM menyebut peristiwa Paniai Berdarah pada Desember 2014 sebagai kasus pelanggaran HAM. Mereka menyelesaikan penyelidikan dan meneruskan informasi tersebut ke Kejaksaan pada 11 Februari 2020.

Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Masih Tak Tentu

Diketahui, Kejaksaan mengembalikan berkas Paniai ke Komnas HAM pertama kali pada 20 Maret 2020. Berkas dikembalikan Kejagung karena tidak ada bukti. Setelah dilakukan pembetulan, Komnas HAM kemudian mengirimkan data pada 14 April, tak lama kemudian, pada 20 April, data dikembalikan ke Komnas HAM.

“Ada harapan besar (bagi Kejaksaan) agar Komnas HAM dan masyarakat umum menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat, termasuk presiden,” kata Gubernur Komnas HAM Choirul Anam saat dihubungi.

Menurut Anam, tidak ada masalah hukum untuk menyelesaikan pelanggaran HAM ini. Choirul menjelaskan, pihaknya telah memberikan beberapa rekomendasi hukum agar Kejaksaan Agung dapat terus bekerja menyelesaikan masalah tersebut.

“Kejaksaan bisa membentuk tim penyidik ​​independen sesuai UU 26/2000 untuk mempercepat penyidikan. Tim ini bisa memiliki orang-orang penting yang bisa dipercaya dan memahami hak asasi manusia,” ujarnya.

Tiga Tahun Jokowi, Penyelesaian Kasus Ham Berat Jadi Sorotan

Diberitakan pula masih ada 12 kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan dan terbagi dalam dua periode, yaitu sebelum dan sesudah terbitnya UU 26/2000.

Sementara itu, baru tiga kasus pelanggaran HAM yang diselesaikan, yakni kekejaman di Timor Leste tahun 1999; Tragedi Tanjung Priok tahun 1984; seperti peristiwa yang terjadi di Abepura, Papua pada tahun 2000.

“Beberapa persoalan dalam menyelesaikan persoalan semua pelanggaran HAM [karena] belum ada pengadilan HAM ad hoc,” kata Burhanuddin dalam Rapat Kerja III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. pada Kamis (7/11).

Burhanuddin mengungkapkan, proses pembuktian semua pelanggaran HAM masih bermasalah karena harus tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kasus Pelanggaran Ham Tak Tuntas, Nasir Djamil: Negara Masih Ambigu

Ia juga menegaskan, keterangan saksi tidak bisa dijadikan alat bukti kecuali didukung alat bukti lain seperti ahli forensik, bukti balistik, atau keterangan terkait. Sementara itu, harus diakui pembuktian semacam itu sulit dilakukan Komnas HAM.

Burhanuddin juga mengatakan kesulitan mendapatkan bukti pelanggaran HAM masa lalu muncul karena waktu kejadiannya sudah lama dan lokasi kejadiannya berubah.

Secara terpisah, Juru Bicara Perdana Menteri Barita Simanjuntak mengatakan, persoalan penanganan pelanggaran HAM Korps Adhyaksa akan menjadi masalah jika tidak ada kejahatan baru di Indonesia. Ia mengaku selama ini kejaksaan kesulitan mendapatkan berkas penyidikan, karena tidak berani menjawab pertanyaannya di hadapan hakim selama masa persidangan.

“Itu yang sering tidak dilakukan. Mengapa, adalah mungkin untuk melengkapi bukti. Selain itu, masalah pelanggaran HAM itu unik, unik sendiri,” kata Barita saat dihubungi, Rabu.

Pdf) Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Melalui Mekanisme Pengadilan Nasional Dan Pengadilan Pidana Internasional

Karena itu, ia juga mengatakan, standar perawatan data penelitian kedua sekolah itu harus kuat. Artinya, kejaksaan juga bisa memberikan pendampingan selama proses penyidikan agar proses penyelesaian persidangan bisa terkoordinasi.

Jika kasus pelanggaran HAM terlalu lama untuk diselesaikan, kata Barita Komnas harus menyelesaikannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like