Perbedaan Masyarakat Majemuk Dan Multikultural

Perbedaan Masyarakat Majemuk Dan Multikultural – Multikulturalisme adalah filosofi yang kadang-kadang diartikan sebagai ideologi yang menyerukan persatuan kelompok budaya yang berbeda dengan hak yang sama dan status sosial politik dalam masyarakat modern. Istilah multikulturalisme juga digunakan untuk menggambarkan kesatuan komunitas etnis yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme berasal dari dua kata many (banyak/beragam) dan cultural (kebudayaan atau budaya), yang berarti keragaman budaya. Budaya yang harus dipahami bukanlah budaya dalam arti sempit, tetapi dipahami sebagai semua bagian dari kehidupan manusia yang menciptakan sejarah, pemikiran, budaya lisan, bahasa dan banyak segi lainnya.

Istilah multikulturalisme dengan cepat berkembang menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan karena membahas keragaman etnis dan budaya serta penyambutan pendatang ke negara yang awalnya hanya dikenal pluralistik. Wilayah atau negara. Baru pada pertengahan abad ke-20 istilah multikulturalisme mulai muncul. Istilah tersebut setidaknya memiliki tiga komponen, yaitu: budaya, keragaman budaya, dan cara tertentu dalam menyambut keragaman budaya tersebut. Secara umum, masyarakat modern terdiri dari berbagai kelompok yang memiliki status budaya dan politik yang sama.

Perbedaan Masyarakat Majemuk Dan Multikultural

Kesadaran akan adanya keragaman budaya inilah yang disebut dengan kehidupan multikultural. Kesadaran akan adanya keragaman harus ditingkatkan agar dapat menghargainya dan mendapat respon yang positif. Pemahaman ini disebut multikulturalisme. Multikulturalisme bertujuan untuk kerjasama, kesetaraan dan penghargaan dalam dunia yang semakin kompleks dan tidak lagi monokultural.

Ddayip Dokumen: Makalah Indonesia Merupakan Masyarakat Yang Majemuk

Multikultural berarti budaya yang berbeda. Menurut Parsudi Suparlan (2002), akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan, yang berarti bahwa kebudayaan diperhatikan fungsinya sebagai pedoman hidup manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, multikulturalisme telah melahirkan istilah multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keragaman etnis atau budaya etnis yang mencirikan masyarakat majemuk, karena multikulturalisme lebih menekankan keragaman budaya daripada kesetaraan. Konsep multikulturalisme mau tidak mau mengulas berbagai isu yang mendukung ideologi ini, seperti politik dan demokrasi, penegakan hukum dan penegakan hukum, lapangan kerja dan peluang usaha, hak asasi manusia, hak sosial budaya dan kelompok minoritas, prinsip etika dan moral, serta tingkat dan kualitas produktivitas. .

Charles Taylor mengatakan bahwa kegiatan budaya kita tidak hanya bersifat individual atau subyektif tetapi juga bersifat sosial. “Tindakan budaya kita adalah ‘di antara’, artinya kita tidak pernah bertindak sendiri. Makna dari tindakan kita adalah makna yang dimiliki bersama oleh orang lain; makna itu didasarkan pada asumsi dan tindakan budaya kita. Asumsi yang berbeda tentang bagaimana orang yang berbudi luhur harus mengungkapkan kebenaran .orang hidup bersama.

(1990) Charles Taylor menguraikan tentang pemikiran politik multikulturalisme, berpendapat bahwa multikulturalisme adalah cara mempromosikan kepentingan politik minoritas atau kelompok.

Atau kelompok kelas dua (hak untuk mendefinisikan diri sendiri sebagai kelompok minoritas/pendiam. Hal ini disebabkan oleh era globalisasi dan informasi saat ini yang cenderung mengaburkan batas-batas.

Pelaksanaan Pendidikan Multikultural Di Indonesia

Pluralisme adalah struktur di mana banyak kelompok berinteraksi (bekerja sama) dan koordinasi membuahkan hasil tanpa konflik. Padahal, membicarakan konsep pluralisme sama saja dengan membicarakan konsep “pluralisme atau keragaman”. Jika kita kembali pada pengertian pluralisme, pluralisme adalah “keadaan masyarakat yang majemuk”. Pluralisme di sini berarti keragaman agama, masyarakat dan budaya. Namun yang sering menjadi persoalan adalah pluralisme agama. Pada prinsipnya, konsep pluralisme muncul setelah konsep toleransi. Sehingga ketika masing-masing individu menerapkan konsep toleransi terhadap individu lainnya, pluralisme terjadi. Dalam draf

Dari ras, agama, suku dan golongan, Indonesia adalah bangsa yang majemuk untuk menjadi bangsa yang bersatu dan utuh.

Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang memungkinkan adanya perbedaan gagasan, agama, budaya, peradaban, dan sebagainya. Asal mula gagasan pluralisme didasarkan pada keinginan untuk mencegah “truth claim” (

) radikal, sikap ekstrim dipandang sebagai pemicu perang, konflik horizontal dan munculnya penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya sendiri paling benar, konflik dan kekerasan akan hilang atas nama agama baru.

Bab 7 Masyarakat Multikultural

Berbicara tentang multikulturalisme dan pluralisme di Indonesia, ada baiknya kita beranjak dari fenomena yang muncul pada masa pasca Orde Baru. Runtuhnya rezim Orde Baru dengan uniformitarianisme menciptakan euforia perbedaan yang berujung pada paradigma dan tindakan yang irasional. Pasca Orde Baru, Indonesia dipimpin oleh seorang presiden yang cukup memahami keberagaman. Selama 32 tahun masa Orde Baru, masyarakat Indonesia dihadang oleh politik non-pluralisme. Pada masa Reformasi, kegembiraan rakyat untuk melepaskan diri dari kekangan pemerintahan Orde Baru menciptakan masalah baru yang lebih serius yang konon berujung pada konflik antar ras, agama, dan golongan. Fakta bahwa ketiadaan pluralisme dan multikulturalisme sudah mapan dan mengakar menjadi perhatian serius bagi para pemimpin negara. Jadi, apa pun perubahan yang Anda coba lakukan, Anda akan selalu menabrak dinding yang tinggi dan keras, dan itu tidak mudah.

Makna multikulturalisme dan pluralisme di Indonesia tercermin dari perbedaan yang selalu muncul sebagai akibat keragaman budaya, etnis, sistem nilai dan agama, yang harus diselesaikan melalui dialog untuk menemukan kesepakatan bersama, bukan melalui kekerasan dan perusakan. Yang satu adalah yang lainnya. Oleh karena itu, multikulturalisme dalam konteks ini lebih cocok digunakan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia. Multikulturalisme yang mengedepankan kesetaraan, kesatuan, keterbukaan dan dialog, dapat menjadi titik temu antara berbagai perbedaan dalam struktur koeksistensi dengan rasa solidaritas. Dalam kaitan ini, lembaga pendidikan dan kebudayaan, organisasi negara dan non-negara dapat menjadi model untuk menciptakan kesadaran multikultural di masyarakat. Langkah-langkah tersebut dapat mendorong dialog antar budaya untuk saling memahami antar budaya dan mengembangkan kepercayaan terhadap budaya sendiri (identitas diri).

Dalam konteks Indonesia, perlindungan terhadap kelompok minoritas terlihat jelas pada masa pemerintahan Kustura. Mari kita lihat bagaimana Khus Dur membela mereka ketika keberadaan komunitas Ahmadiyah dianggap menghina Islam, karena toleransi menjadi bagian tak terpisahkan dari politik rekognisi. Ini bukan masalah penganiayaan agama, tetapi tentang bagaimana kita secara wajar menanggapi perbedaan dengan cara tanpa kekerasan. Konsekuensi logisnya, Ustad Abubakar Bashir yang kontroversial pun mampu melindungi Khuz Duru dari pemerintah. Pemikiran positif yang harus diikuti adalah mengajak semua kelompok untuk hidup dengan identitas budaya masing-masing, selama tidak mengganggu ketertiban umum, mengganggu dan mencampuri kelompok lain, tidak mencampuri, tidak melakukan hegemoni. Gus Dur justru mendorong orang Kristen menjadi orang Kristen yang baik, Gus Dur mendorong orang Papua menjadi orang Papua dalam identitas budayanya yang unik. Oleh karena itu, pluralisme diperlukan dalam kehidupan sosial dan wacana keagamaan di negeri ini. Ini membuka pintu persaudaraan manusia dan persaudaraan nasional untuk semua orang.

Pasca pemerintahan Kustur, pembelaan kaum minoritas mulai kehilangan posisinya. Misalnya dalam kasus penyegelan sepihak Klenteng GKI Taman Yasmin. Penunjukan GKI Taman Yasmin masih belum jelas. Anggota jemaah tidak dapat menggunakan hak asasinya untuk beribadah dan menjalankan keyakinan agamanya secara damai dan khidmat. Padahal kita tahu bahwa tempat ibadah adalah bagian dari ekspresi kebebasan beragama yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Pengabaian kasus kekerasan dan diskriminasi di banyak daerah menunjukkan bahwa negara tidak mampu dan cenderung mengabaikan hak-hak kelompok minoritas, seperti yang terjadi di Indonesia. Negara multikultural. Pemerintah pusat dan daerah terkesan tunduk pada keinginan mayoritas dan mengabaikan hak-hak minoritas. Oleh karena itu, pemahaman tentang multikulturalisme dan pluralisme Indonesia harus dipahami secara seksama dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di masa mendatang. Sehingga masyarakat dapat belajar tentang hak individu yang tidak dilanggar oleh orang lain. Perbedaan yang ada jelas menghasilkan perbedaan interpretasi terhadap sesuatu, sehingga dalam masyarakat yang majemuk, debat mutlak diperlukan, menyeimbangkan persepsi terhadap sesuatu agar dapat menyelesaikan konflik dengan baik di kemudian hari.

Unsur Unsur Kemajemukan Dalam Masyarakat Dan Ciri Sosial

. Seminar “Student Circle” Paramadin Islamic Studies Center dan Islamic College of Advanced Studies (ICAS) Jakarta, 12 Maret 2005. Dalam banyak artikel (berbagai buku – berwarna merah), orang sering menyamakan kedua istilah tersebut. Masyarakat majemuk adalah masyarakat multikultural. Padahal, jika dilihat dalam bahasa sederhana, kedua kata tersebut mirip dengan kata “jamak” dan “multikultural” secara singkat. Mengapa demikian? Pendapat pribadi yang mempopulerkannya dan kami pun menerimanya apa adanya tanpa penyelidikan lebih lanjut. (akan dijelaskan di bawah).

Masyarakat majemuk adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang memiliki berbagai perbedaan antara perbedaan strata, ekonomi, ras, etnis, agama dan budaya. Masyarakat ini masih sama dengan masyarakat secara keseluruhan dengan realitas sosial yang berbeda-beda, dan masih terdapat konflik, kontradiksi dan realitas sosial lainnya.

Sedangkan masyarakat multikultural adalah kondisi masyarakat majemuk yang di dalamnya tercapai ketertiban dan keharmonisan dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang banyak terdapat perbedaan sosial ini terciptalah kerukunan, saling menghargai, kesetaraan dan kesadaran akan tanggung jawab sebagai satu kesatuan.

Masyarakat Indonesia dapat digolongkan sebagai masyarakat yang majemuk, segala perbedaan dan konflik selalu menghiasi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Multikultural Lintas Budaya

Contoh masyarakat multikultural dapat kita tunjukkan dalam kehidupan Muhammad Nabi. Meski banyak perbedaan, sikap rukun dengan saling menghormati, hidup berdampingan dan saling membantu adalah cita-cita setiap masyarakat di dunia.

2 dan 3. Perubahan komunitas, pengembangan komunitas Masih ada alur kegiatan, jika semua elemen masyarakat sejalan dengan kegiatan yang dilakukan maka perkembangan masyarakat akan terus berjalan. dari waktu ke waktu, unsur-unsur dalam masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like